Azab Kubur Bagi Yang Tidak Shalat

Azab Kubur Bagi Yang Tidak Shalat

Azab Kubur Pelaku Ghibah

Menurut dai yang rutin mengisi Kajian Sunnah ini menjelaskan,

akan diterima pelaku ghibah yang tercela. Hal ini dijelaskan dalam riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu'anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لَمَّا عَرَجَ بِي رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ، فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ

“Tatkala Rabbku memi’rajkanku (menaikkan ke langit), aku melewati beberapa kaum yang memiliki kuku dari tembaga, dalam keadaan mereka mencabik-cabik wajah dan dada mereka dengan kukunya. Maka aku bertanya: ‘Siapakah mereka ini wahai Jibril?’ Dia menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang memakan daging (suka mengghibah) dan menjatuhkan kehormatan manusia’.” (HR. Ahmad, dishahihkan Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 533. Hadis ini juga dicantumkan dalam Ash-Shahihul Musnad karya Asy-Syaikh Muqbil t)

Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah menyatakan:

“Sebagian ulama menyebutkan rahasia dikhususkannya (penyebab azab kubur) air kencing, namimah (adu domba), dan ghibah (menggunjing). Rahasianya adalah bahwa alam kubur itu adalah tahap awal alam akhirat. Di dalamnya terdapat beberapa contoh yang akan terjadi pada hari kiamat, seperti siksaan ataupun balasan yang baik. Sedangkan perbuatan maksiat yang akan disiksa karenanya ada dua macam: terkait dengan hak Allah dan terkait dengan hak hamba. Hak-hak Allah l yang pertama kali akan diselesaikan pada hari kiamat adalah salat, sedangkan yang terkait dengan hak-hak hamba adalah darah. Adapun di alam barzakh, yang akan diputuskan adalah pintu-pintu dari kedua hak ini dan perantaranya. Maka, syarat sahnya salat adalah bersuci dari hadats dan najis. Sedangkan pintu tumpahnya darah adalah namimah (adu domba) dan menjatuhkan kehormatan orang lain. Keduanya adalah dua jenis perkara menyakitkan yang paling ringan, maka diawali di alam barzakh dengan evaluasi serta siksaan karena keduanya.” (Ahwalul Qubur hal. 89)

Laduni.ID, Jakarta – Kehidupan di dunia hanya sebagai tempat persinggahan yang artinya semua makhluk yang bernyawa akan kembali kepada sang kholik. Sebagai umat muslim, kita musti mengakui dan menyadari akan adanya kematian.

Setiap dari kita yang telah mati, maka akan masuk alam kubur (barzah). Di mana hal ini menjadi sebagai salah satu translit kita sebelum manusia dihisab amal perbuatannya. Dan setelah itu Allah SWT memasukan ke surga atau ke neraka.

Namun demikian, banyak riwayat yang menjelaskan terdapat adanya siksa kubur.  Bagi mereka yang mampu menjawab pertanyaan dari malaikat akan mendapatkan nikmat kubur hingga hari kiamat, pun sebaliknya jika tidak bisa menjawab pertanyaan akan mendapat siksa kubur hingga datangnya hari kiamat.

Berkaitan dengan siksa kubur ini, Ahlussunah Wal Jamaah berpendapat siksaan di alam kubur itu menimpa ruh dan jasad. Namun, ada juga yang berpandangan berbeda tentang hal itu.

Sementara Muktazilah sangat menentang adanya nikmat dan siksa di alam barzah. Sedangkan sebagian filsuf meyakini bahwa siksa dan nikmat alam kubur itu hanya untuk ruh saj.

Berikut ini cerita kisah nyata pengakuan seorang yang telah mengalami siksa kubur, seperti Laduni.ID mengutip tayangan Youtube Ningsih Tinampi yang bertajuk “Siksa Kubur | Semasa Hidupnya Jadi Rentenir,” yang tayang pada 3 September 2021.

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa di antara sebab dosa kecil menjadi besar adalah ketika dianggap remeh, dan ghibah adalah salah satunya. Ghibah juga salah satu sebab yang akan terima azab kubur kelak. Foto ilustrasi/ist

atau bergunjing merupakan dosa besar yang sangat dibenci oleh Allah Ta'ala. Bahkan, ada ancaman

bagi pelakunya. Namun, sayangnya banyak kaum muslimah yang tidak mengubris hal tersebut dan bahkan menikmati perbuatan yang dianggap keji oleh Allah itu.

Mereka sering lupa melihat keburukan sendiri dan sangat mudah mengumbar aib orang lain yang mungkin tidak seburuk aib diri kita. Imam Al-Ghazali dalam kitab 'Mukhtashar Minhajul Qashidin'menyebutkan bahwa di antara sebab dosa kecil menjadi besar adalah ketika dianggap remeh. Dan

adalah salah satunya. Mereka mengira, hal itu tidaklah diazab dengan perkara yang mereka anggap besar (padahal itu besar dimata Allah Subhanahu wa Ta’ala).

Allah Ta'ala berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Hujurat : 12)

Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc menjelaskan, kita terkadang begitu manisnya berghibah menceritakan aib orang. Walaupun tentunya para ulama mengecualikan boleh ghibah dalam keadaan yang maslahatnya jauh lebih besar dan sangat dibutuhkan. Seperti mengghibah ahli bid’ah, tapi hanya pada kesesatannya saja, tidak pada yang lainnya.

"Misalnya juga ketika meminta tolong supir untuk menjemput teman kita di bandara. Lalu kita menyebutkan ciri-ciri fisik supir kita yang kurang. Maka yang seperti ini boleh karena dibutuhkan. Demikian pula seorang istri yang mempunyai masalah rumah tangga hingga akhirnya harus menceritakan tentang sifat suaminya kepada seorang Ustadz atau Hakim untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut. Maka yang seperti ini para ulama mengatakan boleh karena maslahatnya jauh lebih besar,"ungkap dai lulusan Univeristas Madinah ini.