Bhinneka Tunggal Ika Merupakan Semboyan Bagi Bangsa Indonesia Semboyan Tersebut Mengandung Makna

Bhinneka Tunggal Ika Merupakan Semboyan Bagi Bangsa Indonesia Semboyan Tersebut Mengandung Makna

Toleran dalam Perbedaan

Toleran menjadi pandangan untuk menumbuhkan rasa saling menghormati, menyebarkan kerukunan, dan menyuburkan toleransi pada individu.

Integrasi Nasional

Identitas nasional merupakan suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa. Dalam jurnal Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Benteng terhadap Risiko Keberagaman Bangsa Indonesia yang diterbitkan Institut Agama Islam Negeri Kudus, identitas nasional sebagai wujud usaha mempersatukan keberagaman serta pencegahan konflik.

Tidak Mencari Menangnya Sendiri

Mengutip dari jurnal Peranan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika dalam Menanggulangi Politik Identitas karya Rizal Habi Nugroho penerapan semboyan untuk menghormati dan menghargai pihak lain. Menghargai ini bisa menerima dan memberi pendapat dalam kehidupan yang beragam.

Musyawarah membentuk kesatuan dan mencapai mufakat. Dalam hal ini ada istilah common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih untuk mencapai mufakat. Beberapa kelompok bisa menemukan solusi dari musyawarah.

Butir-Butir Pengamalan Pancasila

Dalam buku karangan Sulastomo, dengan judul Cita-Cita Negara Pancasila, dijelaskan secara tidak langsung Pancasila merupakan alat pemersatu, sehingga tidak perlu dipaksakan dalam bentuk satu kesatuan. Pancasila memiliki unsur ideologi sosialisme yang religius, bukan matrialistik maupun komunis.

Rayno Dwi Adityo dalam artikelnya yang berjudul Geneologis Nilai-Nilai Islam dalam Pancasila dan UUD 1945 menambahkan bahwa kelahiran Pancasila merupakan hasil penggalian yang dalam dari sumber, silsilah, dan nilai-nilai ajaran agama Islam begitu juga UUD NKRI 1945.

Berdasarkan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978dijelaskan butir-butir pengamalan Pancasila sebagai berikut.

Semboyan Bangsa Indonesia dalam Aturan Negara

Semboyan ini terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66/1951, Lambang Negara. Ditetapkan di Jakarta tanggal 17 Oktober 1951 oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri, Sukiman Wirjosandjojo. Tertuang dalam Pasal 5 yang berbunyi, “Di bawah lambang tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa-Kuno, yang berbunyi: Bhinneka Tunggal Ika.

Penjelasan dari Pasal 5 tersebut, perkataan Bhinneka adalah gabungan dua perkataan, yaitu bhinna dan ika. Kalimat seluruhnya itu bisa disalin, “berbeda-beda, tetapi tetap satu juga”. Kalimat tersebut telah tua dan dipakai oleh pujangga ternama, Empu Tantular dalam arti, “di antara pusparagam adalah kesatuan”.

Bentuk Identitas Nasional dalam Bhineka Tunggal Ika

Grameds juga dapat mengunjungi koleksi buku Gramedia di www.gramedia.com untuk memperoleh referensi tambahan tentang budaya musyawarah yang masih tetap dilestarikan di Indonesia. Berikut ini rekomendasi buku Gramedia yang bisa Grameds baca untuk mempelajarinya secara penuh. Selamat membaca.

Temukan hal-hal menarik lainnya dalam www.gramedia.com. Gramedia sebagai #SahabatTanpaBatas akan selalu menampilkan artikel menarik dan rekomendasi buku-buku terbaik untuk para Grameds.

Lantas apa arti dan makna Bhinneka Tunggal Ika bagi bangsa Indonesia? Berikut ulasan lengkapnya.

Arti Bhinneka Tunggal Ika

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa Kuno yang diambil dari kitab atau kakawin Sutasoma karangan Empu Tantular di masa Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14 masehi.

Dalam kitab Sutasoma, definisi Bhinneka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan dalam hal kepercayaan dan keanekaragaman agama yang ada di kalangan masyarakat Majapahit.

Dari asal per kata, "Bhinneka" artinya beragam, "tunggal" artinya satu dan "ika" artinya itu. Arti Bhinneka Tunggal Ika secara harfiah ditafsirkan sebagai bercerai tapi satu (berbeda tapi tetap satu). Semboyan ini digunakan sebagai ilustrasi identitas alami Indonesia dan dibangun secara sosial budaya berdasarkan keragaman.

Makna Bhinneka Tunggal Ika bagi Bangsa Indonesia

Semboyan ini juga membantu masyarakat Indonesia memahami, Indonesia yang pluralistik memiliki kebutuhan akan ikatan dan identitas yang sama. Kesamaan identitas mencegah Indonesia tercerai berai karena dilatari keragaman budaya.

Semboyan ini sangat penting untuk mempersatukan bangsa Indonesia, mempertahankan kesatuan bangsa, meminimalisir konflik atas kepentingan pribadi atau kelompok.

Bhinneka Tunggal Ika juga menjadi inspirasi untuk bangsa Indonesia. Mohammad Yamin menjadi orang pertama yang mengusulkan kutipan Bhinneka Tunggal Ika kepada Ir Soekarno untuk dijadikan semboyan Indonesia.

Fungsi Bhinneka Tunggal Ika

Adapun fungsi dari Bhinneka Tunggal Ika adalah:

- Sebagai landasan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia

- Sebagai pedoman kehidupan dan sarana untuk mencapai cita-cita Bangsa Indonesia

- Sebagai sarana menciptakan toleransi

- Sebagai cara pandang dalam pengambilan kebijakan hukum dan politik.

Itulah arti dan makna Bhinneka Tunggal Ika bagi bangsa Indonesia.

Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Istilah tersebut diadaptasi dari sebuah kakawin peninggalan Kerajaan Majapahit. Seperti apa sejarahnya?

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika pertama kali diungkapkan oleh Mpu Tantular dalam kitabnya, kakawin Sutasoma. Dalam bahasa Jawa Kuno kakawin artinya syair. Kakawin Sutasoma ditulis pada tahun 1851 dengan menggunakan aksara Bali, namun berbahasa Jawa Kuno.

Bahan naskah yang digunakan untuk menulis kakawin Sutasoma terbuat dari daun lontar. Kitab tersebut berukuran 40,5 x 3,5 cm. Sutasoma menjadi sebuah karya sastra peninggalan Kerajaan Majapahit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dilansir laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), kakawin Sutasoma merupakan kitab yang dikutip oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam merumuskan semboyan NKRI.

Kutipan frasa 'Bhinneka Tunggal Ika' terdapat pada pupuh 139 bait 5. Berikut bunyi petikan pupuh tersebut:

"Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa".

Kalimat di atas artinya "Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecahbelahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.

Mpu Tantular mengajarkan makna toleransi antar umat beragama dan dianut oleh pemeluk agama Hindu dan Buddha. Semboyan "Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa" sendiri digunakan untuk menciptakan kerukunan di antara rakyat Majapahit dalam kehidupan beragama.

Dikutip dari situs resmi Portal Informasi Indonesia, frasa Jawa Kuno tersebut secara harfiah mengandung arti berbeda-beda namun tetap satu jua. Bhinneka artinya beragam, tunggal artinya satu, ika artinya itu, yakni beragam satu itu.

Konon, pendiri bangsa yang pertama kali menyebut frasa Bhinneka Tunggal Ika adalah Moh Yamin. Dia mengucapkannya di sela-sela sidang BPUPKI. Sontak, I Gusti Bagus Sugriwa, tokoh yang berasal dari Bali, menyahut dengan ucapan "tan hana dharma mangrwa".

Dalam pendapat lain, Bung Hatta mengatakan bahwa frasa Bhinneka Tunggal Ika adalah usulan Bung Karno. Gagasan tersebut secara historis diusulkan setelah Indonesia merdeka, saat momen munculnya kebutuhan untuk merancang lambang negara dalam bentuk Garuda Pancasila.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara, Bhinneka Tunggal Ika ditulis dengan huruf latin dalam bahasa Jawa Kuno tepat di bawah lambang negara. Sebagaimana bunyi Pasal 5 sebagai berikut:

"Di bawah lambang tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa-Kuno, yang berbunyi: BHINNEKA TUNGGAL IKA."

Jadi, semboyan Bhinneka Tunggal Ika pertama kali diungkapkan oleh Mpu Tantular dalam sebuah buku berjudul kakawin Sutasoma.

Makna Semboyan Bangsa Indonesia

Berdasarkan jurnal berjudul Kajian Analitik Terhadap Semboyan Bhinneka Tunggal Ika karya I Nyoman Pursika, menjelaskan tentang sejarah semboyan negara. Kata Bhinneka Tunggal Ika diambil dari kutipan Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular. Semboyan negara ini diambil dari bahasa Jawa kuno. Kata “Bhinneka” artinya beraneka ragam atau berbeda-beda, kata “Tunggal” artinya satu, sedangkan “Ika” artinya itu. Secara harfiah, Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan menjadi “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun berbeda-beda, tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap satu kesatuan.

Semboyan bangsa Indonesia ini dipakai sebagai gambaran persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Indonesia sendiri terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Fungsi mendasar Bhinneka Tunggal Ika adalah landasan persatuan dan kesatuan. Pada dasarnya, setiap kelompok memiliki kekurangan dan keunggulan masing-masing. Peran semboyan negara untuk membentuk dan menamkan pada masyarakat tentang keberagaman, sehingga tidak memicu konflik.

Sejarah Lambang Garuda Pancasila

Usai kemerdekaan, selang antara tahun 1945-1949, Indonesia membutuhkan sebuah lambang negara. Sehingga dibentuklah tim Panitia Lencana Negara dibawah koordinator mentri negara, Sultan Hamid II. Mereka bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk diajukan pada pemerintah. Akhirnya terpilih dua lambang usulan dari Sultan Hamid II dan M Yamin. Tetapi karya milik M Yamin ditolak pemerintah, sebab menyertakan sinar-sinar matahari, seraya simbol mengikuti Jepang.

Setelah diskusi panjang dan koordinasi dengan presiden Republik Indonesia Serikat (RIS), Soekarno dan perdana menterinya M Hatta, Sultan Hamid II berupaya untuk menyempurnakan lambang burung Garuda Pancasila. Hingga akhirnya resmi dipakai tanggal 11 Februari 1950 dalam sidang RIS. Serta sang presiden mulai memperkenalkan pada masyarakat Indonesia saat di hotel Des Indes, pada tanggal 15 Februari 1950.

Setelah diresmikan, Sultan Hamid II dan Soekarno tetap berusaha memperbaiki Lambang Garuda Pancasila. Berawal dari burung Garuda yang gundul telah diganti oleh Soekarno, karena dinilai menyerupai simbol negara Amerika Serikat. Serta sebelumnya cakar burung Garuda yang memegang bendera merah putih. Kini telah berganti menjadi pita putih bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika”.

Burung garuda menggunakan perisai, sebagai bentuk lambang tenaga pembangun (creatif vermogen), seperti dikenal pada peradaban Indonesia. Burung garuda dari mitologi, bersanding erat dengan burung elang rajawali. Burung yang terlukis pada beberapa candi, termasuk Dieng, Prambanan dan Panataran.

Umumnya makna garuda terkenal baik oleh archeologi dan kesusasteraan Indonesia. Lencana garuda juga pernah dikenakan oleh perabu Airlangga pada abab 11, bernama Garudamukha. Alasan kuat lainnya, pergerakan Indonesia Muda tahun 1928 pernah memakai panji-panji sayap garuda. Bagian tengahnya berdiri sebilah keris di atas tiga gurisan.

Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!

Semboyan Bangsa Indonesia – Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia, yang tertulis pada pita burung Garuda Pancasila. Secara konstitusional, semboyan negara diatur dalam pasal 36A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yakni “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika”.

Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan bangsa Indonesia yang tertulis pada lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya adalah “Berbeda-beda, tetapi tetap satu”.

Diterjemahkan per kata, kata bhinnêka berarti “beraneka ragam” dan terdiri atas kata bhinna dan ika, yang digabung. Kata tunggal berarti “satu”. Kata ika berarti “itu”. Secara harfiah, Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun beranekaragam tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan bangsa Indonesia ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuno yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14, di bawah pemerintahan Raja Rājasanagara, yang juga dikenal sebagai Hayam Wuruk. Kakawin ini istimewa karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu Siwa dengan umat Buddha.

Kutipan ini berasal dari pupuh 139, bait 5. Bait ini secara lengkap seperti di bawah ini:

Rwâneka dhâtu winuwus Buddha Wiswa, Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.

Terjemahan ini didasarkan, dengan adaptasi kecil, pada edisi teks kritis oleh Dr. Soewito Santoso.

Hal tersebut memberi makna inspiratif bagi Bangsa Indonesia. Terdapat kekayaan keberagaman di berbagai pulau dan wilayah tersebar di Indonesia. Seluruh perbedaan budaya, suku, kepercayaan dan masih banyak lagi, semuanya mengarah pada persatuan. Semangat toleransi dengan menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika, sebagai bentuk sikap menghargai setiap perbedaan.